Kajian Islam Minggu Ini
==========================================================
Kajian Islam Ilmiyah yang akan disampaikan oleh Ustadz Firanda Andirja, MA – Hafidzohullah, dengan jadwal sebagai berikut :
1. Hari Selasa, 11 Maret 2014
Waktu : Maghrib – Selesai
Tempat : Masjid Sulaiman Fauzan Bageknyaka – Lombok Timur
2. Hari Rabu, 12 Maret 2014
Waktu : Ba’da Sholat Shubuh
Tempat : Masjid Al-Hidayah Otak Desa Ampenan
3. Hari Rabu, 12 Maret 2014
Waktu : Maghrib – Selesai
Tempat : Masjid Aisyah Lawata – Mataram
Inshaa Allah Kajian ini Bisa disimak Via SATU Radio 105.4 Mhz, atau via Streaming di http://assunnahfm.com/ atau via Android apps NuxRadio dan TuneIn Area Nusa Tenggara Barat – NTB.
Info lebihlanjut di : 081907861110
============================================================
Hukum Haji Ngutang? – Untaian Artikel “Menggapai Haji Mabrur”, bag. 06.
==========================================================================================
Pertanyaan: Apa hukumnya berhutang untuk menunaikan haji?
بسم الله الرحمن الرحيم, الحمد لله رب العالمين و صلى الله و سلم و بارك على نبينا محمد و آله و صحبه أجمعين
أما بعد:
Sudah kita ketahui bahwa salah satu syarat wajibnya haji adalah mampu, baik mampu harta sebagai bekal menunaikan ibadah haji dan mampu badan untuk menunaikan haji. Hal ini berdasarkan dalil di bawah ini:
{وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ}
Artinya: “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”. QS. Ali Imran: 97.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ كَانَ الْفَضْلُ بْنُ عَبَّاسٍ رَدِيفَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَجَاءَتْهُ امْرَأَةٌ مِنْ خَثْعَمَ تَسْتَفْتِيهِ فَجَعَلَ الْفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَتَنْظُرُ إِلَيْهِ فَجَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصْرِفُ وَجْهَ الْفَضْلِ إِلَى الشِّقِّ الآخَرِ. قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ فَرِيضَةَ اللَّهِ عَلَى عِبَادِهِ فِى الْحَجِّ أَدْرَكَتْ أَبِى شَيْخًا كَبِيرًا لاَ يَسْتَطِيعُ أَنْ يَثْبُتَ عَلَى الرَّاحِلَةِ أَفَأَحُجُّ عَنْهُ قَالَ « نَعَمْ ». وَذَلِكَ فِى حَجَّةِ الْوَدَاعِ.
Artinya: “Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma bercerita: “Pernah Al Fadhl bin Abbas radhiyallahu ‘anhu menjadi teman boncengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu datanglah seorang wanita dari Khats’am, meminta fatwa kepada beliau, (pada saat itu) Al Fadhl melihat kepada wanita tersebut dan wanita tersebut juga melihat kepadanya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menolehkan wajah Al Fadhl ke arah lain, wanita tersebut bertanya: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kewajiban Allah atas hambanya dalam perkara haji telah didapati oleh bapakku dalam keadaan sangat tua, tidak sanggup untuk duduk di atas hewan kendaraan, bolehkah aku menghajikannya?”, beliau menjawab: “iya (boleh)”, dan hal itu terjadi pada saat haji Wada’. HR. Bukhari dan Muslim.
Lalu bolehkah orang berhutang untuk menunaikan ibadah haji?
Mari lihat jawaban para ulama tentang hal ini:
Imam Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata:
” الذي أراه أنه لا يفعل ؛ لأن الإنسان لا يجب عليه الحج إذا كان عليه دَيْن ، فكيف إذا استدان ليحج ؟! فلا أرى أن يستدين للحج ؛ لأن الحج في هذه الحال ليس واجباً عليه ، ولذا ينبغي له أن يقبل رخصة الله وسعة رحمته ، ولا يكلف نفسه دَيْناً لا يدري هل يقضيه أو لا ؟ ربما يموت ولا يقضيه ويبقى في ذمته.
Artinya: “Saya berpendapat bahwa orang tersebut tidak melakukannya (yaitu berhutang untuk menunaikan haji), karena seorang tidak diwajibkan untuk berhaji jika dia mempunyai tanggungan hutang, maka bagaimana jika dia berhutang?! (lebih-lebih lagi), maka saya tidak sependapat jika dia berhutang untuk berhaji, karena haji dalam keadaan ini tidak diwajibkan atasnya, oleh sebab ini semestinya dia menerima keringanan Allah dan keluasan rahmat-Nya, dan tidak membebani dirinya dengan hutang yang dia tidak tahu apakah dia bisa membayarnya atau tidak? Mungkin dia meninggal dan belum membayarnya akhirnya masih tersisa hitang tersebut dalam tanggungannya”. Lihat Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, 21/93.
Beliau juga berkata:
أشير عليه أن لا يفعل، لأن في الاستدانة إشغال لذمته، ولا يدري هل يتمكن من الوفاء فيما بعد أو لا يتمكن، وإذا كان الحج لا يجب على من كان عليه دين فكيف يستدين الإنسان ليحج؟ وعلى كل حال فإذا كان الرجل ليمس عنده مال يمكن منه الحج فإنه لا حج عليه أصلاً، وإذا مات في هذه الحال لا يعد عاصياً، لأنه لا يجب عليه الحج.
Artinya: “Saya berpendapat agar dia tidak mengerjakannya, karena di dalam berhutang akan menyibukkan jaminan dirinya, dan dia tidak mengetahui apakah mungkin baginya untuk melunasi pada waktu yang akan datang atau tidak mungkin, dan jika haji tidak diwajibkan atas seorang yang masih mempunyai tanggungan hutang, maka bagaimana seseorang berhutang untuk menunaikan haji (lebih lagi)?!, yang jelas, jika seseorang tidak mempunyai harta untuk berhaji, maka pada asal hukumnya tidak wajib baginya (menunaikan haji), dan jika dia meninggal dalam keadaan ini tidak dianggap berdosa, karena tidak wajib atasnya untuk menunaikan haji”. Lihat Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin, 21/129.
Berkata Syeikh Al Allamah Shalih Al Fauzan hafizhahullah:
الفقير ليس عليه حج إذا كان لا يستطيع نفقة الحج؛ لقوله تعالى : { وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً } [ سورة آل عمران : آية 97 ] ، ولا يجوز له أن يستدين من أجل أن يحج؛ لأن هذا تكلف لم يأمر الله به، ولأنه يشغل ذمته بالدين من غير داع إلى ذلك؛ فعليه أن ينتظر حتى يغنيه الله من فضله، ويستطيع الحج، ثم يحج .
Artinya: “Seorang miskin tidak wajib atasnya haji, jika tidak mampu dalam bekal haji, berdasarkan Firman Allah Ta’ala:
{ وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً }
Artinya: “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”. QS. Ali Imran: 97.
Dan tidak boleh baginya berhutang (untuk berhaji), karena ini adalah pembebanan (diri) yang tidak diperintahkan Allah dengannya dan karena dia sudah menyibukkan dirinya dengan hutang yang tidak ada keperluan kepada hal itu. Maka, wajib atasnya untuk menunggu sampai Allah mengayakan dia dan mampu untuk berhaji lalu baru dia berhaji. Lihat kitab Al Muntaqa Min fatawa Al Fauzan, no. 257.
Beliau juga berkata:
قال الله سبحانه وتعالى : { وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً } [ سورة آل عمران : آية 97 ] ، والسبيل هو الزاد والراحلة، يعني : أن يتوافر له النفقة الكافية في حجه، والنفقة الكافية أيضًا لأولاده ومن يعوله إلى أن يرجع، ولا يجب على من ليس له القدرة المالية حج، ولا يستدين لأجل ذلك؛ لأنه لم يوجب عليه الله سبحانه وتعالى شيئًا وهو مثقل نفسه بالدين ويتكلف لشيء لم يلزمه، والله سبحانه وتعالى يقول : { يُرِيدُ اللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ } [ سورة البقرة : آية 185 ] ، فليس من الشرع أن يستدين الإنسان ليحج، ولكن مادام أنه فعل هذا واستدان وحج، فإن حجته صحيحة ويجب عليه سداد الدين، والله سبحانه وتعالى يوفق الجميع لما فيه الخير والصلاح .
Allah Ta’ala berfirman:
{ وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً }
Artinya: “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”. QS. Ali Imran: 97.
Dan mampu adalah bekal dan kendaraan, maksudnya yaitu; terkumpul baginya bekal yang cukup di dalam hajinya, dan bekal yang cukup juga untuk anak-anaknya dan orang yang di bawah tanggungannya sampai dia kembali (dari hajinya). Dan tidak wajib haji atas seorang yang tidak memiliki kemampuan harta, dan tidak boleh dia berhutang untuk itu, karena Allah Ta’ala tidak mewajibkan atasnya sesuatu apapun (dari ibadah haji), dan dia telah memberatkan dirinya dengan hutang dan membebani dirinya dengan sesuatu yang tidak wajib atasnya.
Padahal Allah Ta’ala berfirman:
{ يُرِيدُ اللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ }
Artinya: “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”. QS. Al Baqarah: 185.
Maka bukan dari perkara yang sesuai syari’at jika seseorang berhutang untuk berhaji, akan tetapi jika ia berhutang dan telah selesai menunaikan haji, maka hajinya sah dan wajibnya atasnya untuk bayar hutang.
Semoga Allah Ta’ala memberikan petunjuk kepada seluruh (kita) kepada kebaikan dan keshalihan. Lihat kitab Al Muntaqa Min Fatawa Al Fauzan, no. 223.
==========================================================================================
Ditulis oleh Ahmad Zainuddin
Sabtu, 3 Dzulqa’dah 1432H Dammam KSA.
Orang Cerdas Tidak Melewatkan Kesempatan Emas Di Bulan Dzulhijjah…!!!
==========================================================================================
:بسم الله الرحمن, الحمد لله رب العالمين و صلى الله و سلم و بارك على نبينا محمد و آله و صحبه أجمعين, أما بعد
Para pembaca…semoga Anda selalu dalam keadaan sehat, penuh iman.
Termasuk tingkat kejeniusan yang sangat tinggi adalah mengenal kesempatan-kesempatan emas, waktu-waktu berharga, keadaan-keadaan penting yang disebutkan di dalam syariat Islam berdasarkan Al Quran dan hadits shahih, dan tidak membiarkan kesempatan, waktu dan keadaan tersebut terbuang percuma tanpa diisi dengan amal shalih.
Termasuk di dalamnya KESEMPATAN EMAS DI BULAN DZULHIJJAH!!!
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhum berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ .
Artinya: “Tiada hari-hari yang amal shalih di dalamnya lebih dicintai Allah daripada hari-hari ini”. yakni 10 hari pertama dari bulan Dzulhijjah, mereka (para shahabat) bertanya: “Wahai Rasulullah, dan tidak juga berjihad di jalan Allah (lebih utama darinya)?”, beliau bersabda: “Dan tidak juga berjihad di jalan Allah (lebih utama darinya), kecuali seseorang yang berjuang dengan dirinya dan hartanya lalu ia tidak kembali dengan apapun”. HR. Bukhari dan Muslim.
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ وَلَا أَحَبُّ إِلَيْهِ مِنْ الْعَمَلِ فِيهِنَّ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ الْعَشْرِ فَأَكْثِرُوا فِيهِنَّ مِنْ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ”.
Artinya: “Tiada hari-hari yang lebih agung di sisi Allah dan yang lebih ia cintai untuk beramal di dalamnya daripada 10 hari ini, maka perbanyaklah membaca tahlil, takbir, dan tahmid di dalamnya”. HR. Ahmad dan di shahihkan oleh Al Mundziry dan Ahmad Syakir tetapi dilemahkan oleh Al Albani di dalam kitab Dha’ih At Targhib wa At Tarhib, 744.
Abu Qatadah Al Anshari radhiyallahu ‘anhu berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- سُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ « يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ ». رواه مسلم
Artinya: Bahwa Rasulullah ditanya tentang puasa Hari Arafah: “Menghapuskan (dosa-dosa) setahun lalu dan setahun yang akan datang”. HR. Muslim.
Dari Hadits-hadits di atas dianjurkan untuk memperbanyak amal shalih di 10 hari pertama bulan Dzulhijjah, seperti; Menunaikan haji dan umrah, berpuasa, berkurban, bertakbir, bertahmid dan bertasbih serta bertahlil, serta amal shalih lainnya.
Kenapa dianggap cerdas orang yang menggunakan kesempatan emas ini?
1) Karena mungkin ini adalah ibadah terakhir dan ini pertanda baik dari Allah Ta’ala.
عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدٍ خَيْرًا اسْتَعْمَلَهُ ». فَقِيلَ كَيْفَ يَسْتَعْمِلُهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « يُوَفِّقُهُ لِعَمَلٍ صَالِحٍ قَبْلَ الْمَوْتِ ».
Artinya: “Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika Allah menginginkan kebaikan untuk seorang hamba maka dia akan memakainya”, beliau ditanya: “Bagaimana Allah akan memakainya, wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?”, beliau menjawab: “Allah akan memberinya petunjuk untuk beramal shalaih sebelum meninggal”. HR. Tirmidzi dan dishahihkan di dalam kitab shahih Al Jami’, no. 304.
2) Karena mungkin kesempatan ini tidak akan kembali lagi.
3) Karena mungkin jika kesempatan ini kembali kita tidak dalam keadaan sehat dan mampu beramal shalih.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِرَجُلٍ وَهُوَ يَعِظُهُ: ” اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ , شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ , وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ , وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ , وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغُلُكَ , وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ ”
Artinya: “Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda menasehatinya: “Gunakanlah dengan baik lima perkara sebelum datang lima (yang lain): MASA MUDAMU SEBELUM DATANG MASA TUAMU, SEHATMU SEBELUM DATANG SAKITMU, KAYAMU SEBELUM DATANG FAKIRMU, WAKTU LUANGMU SEBELUM DATANG WAKTU SIBUKMU DAN HIDUPMU SEBELUM DATANG MATIMU”. HR. Al Hakim, Al Baihaqi dan di shahihkan di dalam kitab Shahih Al Jami’, no. 1077.
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَقُولُ إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ .
Artinya: “Abdullah bin Umar senantiasa mengucapkan: “Jika kamu masuk waktu sore maka janganlah menunggu waktu pagi dan jika kamu masuk waktu pagi maka janganlah menunggu waktu sore, pergunakanlah kesehatanmu untuk sakitmu dan kehidupanmu untuk kematianmu”. HR. Bukhari.
4) Karena sifat malas adalah sifatnya munafik.
{إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا }
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk salat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali”. QS. An NIsa: 142.
{وَمَا مَنَعَهُمْ أَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلَّا أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ وَلَا يَأْتُونَ الصَّلَاةَ إِلَّا وَهُمْ كُسَالَى وَلَا يُنْفِقُونَ إِلَّا وَهُمْ كَارِهُونَ }
Artinya: “Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka tidak mengerjakan sembahyang, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan”. QS. At Taubah:54.
Mari perhatikan perkataan yang sangat luar biasa ini …terutama bagi pemalas beribadah…
Berkata Syeikh Al Mufassir Abdurrahman bin Nashir As Sa’dy rahimahullah:
والكسل لا يكون إلا من فقد الرغبة من قلوبهم، فلولا أن قلوبهم فارغة من الرغبة إلى الله وإلى ما عنده، عادمة للإيمان، لم يصدر منهم الكسل تفسير السعدي (ص: 210)
Artinya: “Sikap malas tidak akan ada kecuali bagi siapa yang telah kehilangan keinginan (terhadap kebaikan) dari hati-hati mereka, maka kalau seandainya hati-hati mereka tidak terlepas dari keinginan kepada Allah dan (keinginan) kepada apa yang ada di sisi-Nya (yang disediakan-Nya berupa nikmat) dan hilangnya iman, maka tidak akan keluar dari mereka sikap malas”. Lihat tafsir As Sa’diy, hal. 210.
==========================================================================================
Ditulis oleh: Ahmad Zainuddin
Selasa 27 Dzulqo’dah 1432H Dammam KSA.